Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Fisioterapi pada CP Diplegia Spastik



Deskripsi Problematik Fisioterapi

  • Permasalahan Utama ( impairment )

Adanya abnormalitas tonus postural ( spastisitas ) menyebabkan kontrol gerak yang tidak terkendali sehingga mempengaruhi postur tubuh. Apabila tidak segera ditangani maka akan terjadi permasalahan lain berupa deformitas yaitu kontrakur otot, kekakuan sendi, skoliosis. 
  • Keterbatasan Fungsional ( functional limitation )
Akibat adanya postur tubuh yang jelek dan kontrol gerak yang tidak terkendali maka akan mempengaruhi aktifitas fungsional sehari-hari yaitu makan, memakai baju, mandi, bermain. 
  • Keterbatasan berpartisipasi dalam masyarakat
Dengan terbatasnya aktifitas sehari-hari maka anak penderita CP tersebut akan terbatas aktifitas di luar rumah seperti bergaul dengan anak-anak atau orang-yang tinggal di dekat tempat tinggalnya.


Tekhnologi Intervensi Fisioterapi


Teknologi intervensi fisioterapi yang digunakan untuk menangani permasalahan yang ada pada kondisi CP spastik diplegi meliputi latihan pada mobilitas trunk, stretching pasif dan latihan gerak aktif dengan pendekatan terapi dengan permainan serta latihan berjalan. 

1. ) Mobilisasi trunk.
Latihan mobilitas trunk merupakan latihan yang diberikan baik pasif maupun aktif ke seluruh luas gerak tubuh ( fleksi, ekstensi, side fleksi dan rotasi trunk) dengan tujuan untuk memperbaiki co-contraksi otot-otot trunk dan untuk memperoleh fleksibilitas dari trunk yang diharapkan dapat memperbaiki postur pada kondisi CP diplegi spastik yang cenderung kifosis. Pada akhir gerakan pasif dapat disertai dengan pemberian stretching ( penugluran jaringan ) dan elongasi (pemanjangan trunk ke arah atas).

2. ) Stretching
Streching merupakan suatu bentuk terapi yang di susun untuk mengulur struktur jaringan lunak yang mengalami pemendekan secara patologis dan dengan dosis tertentu dapat menambah range of motion. Passive stretching dilakukan ketika pasien dalam keadaan rileks, menggunakan gaya dari luar, dilakukan secara manual atau dengan bantuan alat untuk menambah panjang jaringan yang memendek (Kisner & Colby, 1996). Diharapkan dengan rileks tersebut dapat mengurangi spastisitas pada ekstrimitas bawah khususnya kedua tungkai.

3. ) Latihan gerak aktif dengan pendekatan terapi dengan permainan
Selain berguna untuk mengembangkan potensi anak, bermain juga menjadi media terapi yang baik bagi anak-anak yag bermasalah. Bermainm merupakan media yang baik dan sebagai stimulasi anak dengan gangguan perkembangan. Pada CP bermain dapat melatih ketrampilan motorik halus dan kasarnya. Dalam bermain anak CP diberikan keleluasaan gerak untuk mengikuti permainan.

4. ) Latihan pola jalan ( aktifitas fungsional )
Latihan pola jalan dilakukan dengan tujuan mengajarkan pola jalan yang benar pada anak sehingga anak dapat berjalan dengan pola yang baik dan benar. Pada akhirnya dapat melatih kemandirian anak dalam melakukan aktifitas fungsional.


RENCANA PELAKSANAAN STUDI KASUS

A. Rencana Pengkajian Fisioterapi

Rencana pengkajian fisioterapi (assessment) sangat penting dalam proses fisioterapi karena dengan cara ini fisioterapi mampu mengidentifikasi masalah yang ada. Kemudian hasil dari identifikasi ini akan menjadi dasar untuk menentukan rencana atau program fisioterapi, mengevaluasi perkembangan penderita cerebral palsy dan dengan assessment pula akan diketahui metode yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penderita cerebral palsy. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan yaitu (1) kesan umum pasien, (2) tonus otot postural, (3) pertumbuhan dan perkembangan anak, (4) kemampuan fungsional anak, (5) masalah primer dan sekunder yang dihadapi anak, (6) deformitas. Langkah-langkah pemeriksaan yang akan dilakukan sebagai berikut :

1. Anamnesis

Anamnesis merupakan suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan pasien ( autoanamnesis ) atau dengan orang lain paling dekat dengan pasien ( heteroanamnesis ) tentang keadaan pasien.
Anamnesis terdiri dari atas :
  • Anamnesis umum
    • Anamnesis ini meliputi (1) identitas pasien (nama,jenis kelamin, usia, alamat) (2) riwayat kelahiran (kelahiran normal, caesar atau dengan bantuan alat ), (3) riwayat penyakit sekarang.
  • Keluhan utama
    • Meliputi permasalahan yang saat ini dihadapi oleh anak semisal anak tidak mampu berjalan dengan normal atau berjalan dengan alat bantu, ataupun tidak mampu melakukan aktiftasnya sehari-hari semisal bermain.
  • Riwayat keluarga
    • Meliputi keterangan mengenai adanya anggota keluaraga dengan riwayat cerebral palsy.
2.Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Vital sign
Pemeriksan vital sign meliputi :
  • Tekanan darah
    • Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter. Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum, selam dan sesudah dilakukan intervenís fisioterapi. Jira pasien anak-anak maka menggunakan manset anak-anak, jira pasien dewasa maka menggunakan manset dewasa.
  • Nadi
    • Pemeriksaan nadi diukur pada arteri radialis dengan menggunakan tiga jari secara palpasi. Pemeriksan nadi juga dapat dilakukan pada arteria femoralis, arteria dorslis pedis, arteria temporal dan lain-lain.
  • Suhu tubuh
    • Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan secara manual unutk mengetahui apakah pasien sedang demam atau tidak. Hal ini unutk mengetahui apakah terapi bisa dilakukan atau tidak.
  • Tinggi badan
    • Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan pita ukur.
  • Berat badan
    • Pengukuran berat badan dilakukan dengan timbangan berat badan.
b. Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan pasien secara umum.. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat dan mengamati pasien. Inspeksi terdiri atas 
  • Inspeksi statis
    • pasien tidak melekukan aktifitas dan terapis mengamati pasien ketika duduk, berbaring ditempat tidur dan berdiri. Hal hal yang menjadi perhatian adalah ekspresi wajah, apakah ada oedem pada anggota gerak dan apakah pasien cenderung muncul pada pola snergis, 
  • Inspeksi dinamis
    • pada pemeriksan ini yang perlu diperhatikan adalah gerak gerik yang mampu dilakukan pasien terutama perubahan posisi dan bagaiman pasien melakukannya.
c. Palpasi
Pemeriksaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui kualitas tonus otot, kekuatan otot, ada tidaknya spasme, kontraktur otot, dan atropy otot.

d. Auskultasi
Auskultasi bertujuan untuk mengetahui adanya kelainan pada paru atau jantung. Pemeriksaan ini dengan menggunakan stetoskop.

3. Pemeriksaan gerak dasar

a. Gerak Aktif
Merupakan pemeriksaan gerak dimana pasien diminta melakukan gerakan secara mandiri atau tanpa bantuan. Dari pemeriksaaan ini akan diketahui : kemampuan penderita untuk melakukan gerak aktif, kordinasi geraknya, ada tidaknya nyeri gerak, LGS aktif.

b. Gerak Pasif
Merupakan pemeriksaan gerak dimana gerakan pasien dibantu oleh terapis. Dari pemeriksaan ini dapat diketahui : LGS pasif, ada tidaknya spastisitas, ada tidaknya kontraktur otot.

4. Pemeriksaan spesifik

Pemeriksan spesifik meliputi pemeriksaaan ligkup gerak sendi ( LGS), pemeriksaan tonus otot untuk mengetahui tingkat spastisitas menggunakan skala asworth, pemeriksaan reaksi otomatis, pemeriksaan reflek patologis, pemeriksaan deformitas, pemeriksaan intrapersonal dan interpersonal, dan pemeriksaan aktifitas fungsional.

a. ) Pemeriksaan LGS
Pemeriksaaan LGS dilakukan pada sendi bahu, siku, pergelangan tangan, panggul lutut, pergelangan kaki. Alat ukur yang digunakan goniometer.

b. ) Pemeriksaan tonus otot
Pemeriksaan tous otot dengan menggunakan skala asworth, dimana peningkatan tonus otot dapat dinilai sebagai berikut :
Nilai Keterangan

0 Tidak ada peningkatan tonus otot
1 Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai denagan terasanya tahanan minimal ( catch and release ) pada akhirt ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi.
2 Ada penigkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan ( catch ) dan diikuti dengan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM, tetapi secara umum sendi tetap mudah digerakkan.
3 Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM, tetapi sendi masih mudah digerakkan.
4 Peningkatan tonus otot sangat nyata, gerak pasif sulit dilakukan.
5 Sendi atau ekstrimitas kaku ( rigid ) pada geraka fleksi atau ekstensi. 

Sumber : Bobath Center of London

c. ) Pemeriksaan reaksi otomatis
Pada pemeriksaan ini akan diperoleh penurunan atau hilangnya reaksi-reaksi otomatis antara lain: 
  1. Reaksi tegak (Righting reaction) dengan cara anak diposisikan duduk kemudian trunk digerakkan ke belakang, ke samping dan ke depan maka anak akan mempertahankan posisi kepala tetap tegak. 
  2. Reaksi keseimbangan (Equilibrium Reaction) dilakukan pada saat duduk, berdiri dan berjalan. Reaksi keseimbangan duduk dengan cara: anak diposisikan duduk bersila maupun W sit kemudian secara perlahan-lahan dilepas, reaksi ini baik bila penderita mampu mempertahankan keseimbangan. Reaksi keseimbangan berdiri dengan cara: anak diposisikan berdiri di atas lantai, terapis berada di belakang anak, kemudian terapis melihat ada tidaknya reaksi pada kedua kaki untuk berdiri. Reaksi keseimbangan berjalan dengan cara: anak diposisikan berdiri di atas lantai, terapis berada di belakang anak, kemudian terapis menginstruksikan anak untuk berjalan, terapis mengamati ada atau tidaknya reaksi pada kedua tungkai untuk melangkah.
  3. Reaksi ekstensi protektif (Protective Reaction) dengan cara anak diposisikan duduk kemudian di dorong ke salah satu sisi, dilihat apakah lengan bereaksi mempertahankan badan dengan ekstensi lengan.
d. ) Pemeriksaan reflek patologis
Pemeriksaan disesuaikan dengan usia anak. Secara fisiologis beberapa reflek yang terdapat pada bayi seharusnya tidak dijumpai lagi pada anak yang sudah besar. Namun bila reflek-reflek ini masih ada, hal ini menunjukkan adanya kemunduran fungsi susunan saraf. Teknik untuk menimbulkan reflek dengan memposisikan reflek yang akan diperiksa, yaitu: 
  1. Babynski, cara anak diposisikan tidur terlentang, gores pada bagian lateral telapak kaki, positif jika timbul gerakan ekstensi jari-jari diikuti abduksi jari-jari kaki, 
  2. Morro reflex, dengan cara anak diposisikam tidur terlentang dan diberi tekanan pada kepalanya secara mendadak. Reflek ini akan hilang pada usia anak 4 bulan, 
  3. Grasp reflek, dengan cara permukaan palmar tangan diberi stimulasi, reaksi positif tangan akan menggenggam, 
  4. Asimetrical tonic neck reflex, dengan cara posisikan anak terlentang, kepala mid position, ekstensi lengan dan tungkai kemudian diberikan stimulasi dengan memutar kepala ke samping. Reaksi ini dikatakan positif bila penderita mengekstensikan lengan dan tungkai homolateral serta fleksi lengan dan tungkai heterolateral, 
  5. Simetrical tonic neck reflex, dengan cara anak diposisikan terlentang kepala mid position, ekstensi lengan dan tungkai kemudian diberikan stimulasi dengan memfleksikan kepala, reaksi positif bila penderita memfleksikan lengan dan mengekstensikan tungkainya.
e. ) Pemeriksaan Deformitas
Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya permasalahan baru, semisal semakin usia anak penderita CP bertambah maka spastisitas bisas emakin menigkat, sehingga akan berakibat timbulnya deformitas seperti dislokasi sendi panggul dan kontraktur otot-otot ekstrimitas bawah. Deformitas lainnya yang timbul yaitu apabila penderita CP tidak ditangani secara maksimal maka bisa terjadi skoliosis akibat muskuloskeletal yang tidak bisa bergerak seimbang akibat perubahan postur.

f. ) Pemeriksaan Intrapersonal dan Interpersonal
Aspek yang dinilai adalah sejauh mana pasien dapat bekerjasama dengan terapis pada saat pelaksanaan terapi. Menolak atau tidaknya anak saat dilakukan terapi, semisal anak menangis atau senang. 

g. ) Pemeriksaan Aktifitas Fungsional
Pemeriksaan aktifitas fungsional disesuaikan dengan kemampuan anak dan dilakukan untuk menilai seberapa besar tingkat kemandirian anak, apakah anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari nya secara mandiri, dibantu sebagian atau sepenuhnya. Untuk melakukan pemeriksaan ini dapat digunakan Gross Motor Function Measurement (GMFM).

GMFM adalah suatu jenis pengukuran klinis untuk mengevaluasi perubahan fungsi gross motor pada penderita CP. Terdiri dari 88 item pemeriksaan, aktifitas pada posisi berbaring dan berguling (17 item), duduk (20 item), berlari dan melompat (12 item).
Penilaian GMFM terdiri dari 4 skor yaitu 0, 1, 2 dan 3 yang masing-masing mepunyai arti yang sama meskipun deskripsinya berbeda tergantung item kemampuan yang dinilai. Keterangan nilai GMFM, sebagai berikut: 

0: tidak memiliki inisiatif; 
1: ada inisiatif; 
2: sebagian dilengkapi; 
3: dilengkapi; 
NT: Not Tested (tidak di tes).

B. Problematik fisioterapi

Permasalahan pada CP yaitu adanya gangguan tonus postural tubuh akibat adanya spastisitas sehingga control gerak terganggu dan juga mengakibatkan postur tubuh yang salah. Dari permasalahan yang telah disebutkan pada akhirnya akan mengganggu aktifitas fungsional sehari-hari anak penderita CP.

C. Rencana penatalaksanaan Fisioterapi

1 .) Tujuan pelaksanaan terapi latihan 
  • Untuk menurunkan abnormalitas tonus ( spastisitas ) terutama pada kedua tungkai bawah.
  • Mencegah terjadinya kontraktur sehingga mencegah deformitas.
  • Memperbaiki kemampuan aktifitas fungsional melalui peningkatan pada keseimbangan dan memperbaiki postur tubuh sehingga diharapkan bertambahnya tingkat kemandirian anak dengan kasus cerebral palsy dalam melakukan aktifitas sehari-harinya semisak bermain.
2. ) Rencana pelaksanaan fisioterapi
  • Latihan mobilisasi trunk
    • Tujuan dari latihan mobilitas trunk ini adalah untuk memperbaiki postur yaitu dengan cara mendudukkan pasiel long sittig dan kedua tungkai membuka lebar ( abduksi tanpa eksternal rotasi ). Fisioterapis dibelakang pasien, tangan menempel bahu kemudian diberikan pressure tapping pada segmen lumbal, thorak atas dan bawah.
  • Streching secara pasif
    • Streching atau penguluran jaringan lunak ini merupakan cara yang digunakan untuk menurunkan spastisitas sehingga bias merileksasikan kerja otot-otot yang berlebihan ( over use ). Pada kondisi CP diplegi spastis biasanya dilakukan stretching pada group otot 
      • hamstring 
      • adductor lutut 
      • abductor lutut 
      • otot perut 
      • illiopsoas dan 
      • pelvic tilting.
  • Latihan gerak aktif dengan menggunakan permainan
    • Latihan ini diberikan dengan melibatkan anak secara aktif. Pada pendekatan ini anak akan diberikan bentuk-bentuk latihan aktifitas fungsional yang akan dilakukan bersamaan dengan bermain untuk tujuan meningkatkan aktivitas fungsional, seperti latihan berdiri dan berjalan. 
  • Latihan aktifitas fugsional dengan mengajarkan pola jalan yang benar.
    • Anak akan diajari berjalan dengan pola yang benar, karena pada umumnya anak CP akan berjalan dengan pola salah akibat dipengaruhi adanya spastisitas. Seperti yang telah disebutkan bahwa spastisitas akan mengganggu kenormalan postur tubuh dan control gerak. Padahal pada pola jalan yang benar dibutuhkan postur tubuh yang baik dan control gerak yang baik pula.
D. Rencana Evaluasi Hasil Terapi

Evaluasi dilakukan untuk mngetahui tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan terapi yang diberikan. Evaluasi dilakukan sesaat setelah terapi dan pada akhir pelaksanaan program terapi. Beberapa pengukuran yang dilakukan meliputi : 
1.) evaluasi spastisitas dengan menggunakan skala asworth, 
2 ) evalusi gross motor, keseimbangan dan kemampuan berjalan ( aktifitas fungsional ) dengan menggunakan GMFM.

Sumber : http://ortotik-prostetik.blogspot.com/2008/12/penatalaksanaan-terapi-latihan-pada.html

jurnal fisioterapi : http://jurnal-fisioterapi.blogspot.com/2012/07/fisioterapi-pada-cp-diplegia-spastik.html