Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Tampak depan Kampus terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

10 Cara Efektif Menurunkan Berat Badan dalam Seminggu

Ada pesta harus dihadiri seminggu lagi, dan Anda merasa gaun kesayangan dipakai ke pesta nanti lebih sempurna...

Keperawatan Medikal Bedah

Bersama kita bisa......

Go Abroad....

Program pasca sarjana UMY yang istimewa muda mendunia...

The Great University

UMY is most popular in yogyakarta....

Showing posts with label Khusus. Show all posts
Showing posts with label Khusus. Show all posts

Anak Kebutuhan Khusus (Retardasi Mental)


A. Pengertian Retardasi Mental


Retardasi mental adalah kelainan ataua kelemahan jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala yang utama ialah inteligensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan fren: jiwa) atau tuna mental (W.F. Maramis, 2005: 386).

Pada Wikipedia (The Free Encyclopedia, 2010), dinyatakan: Mental retardation (MR) is a generalized disorder, characterized by significantly impaired cognitive functioning and deficits in two or more adaptive behaviors with onset before the age of 18. It has historically been defined as an Intelligence Quotient score under 70. The term “mental retardation” is a diagnostic term denoting the group of disconnected categories of mental functioning such as “idiot”, “imbecile”, and “moron” derived from early IQ tests, which acquired pejorative connotations in popular discourse.

Retardasi mental merupakan kelemahan yang terjadi pada fungsi intelek. Kemampuan jiwa retardasi mental gagal berkembang secara wajar. Mental, inteligensi, perasaan, dan kemauannya berada pada tingkat rendah, sehingga yang bersangkutan mengalami hambatan dalam penyesuaian diri.

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Retardasi Mental


Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-1 (W.F. Maramis, 2005: 386-388) faktor-faktor penyebab retardasi mental adalah sebagai berikut.

a. Infeksi dan atau intoksinasi

Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada perkembangan janin, yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat rusak yang pada akhirnya menimbulkan retardasi mental.

Infeksi dapat terjadi karena masuknya rubella, sifilis, toksoplasma, dll. ke dalam tubuah ibu yang sedang mengandung. Begitu pula halnya dengan intoksinasi, karena masuknya “racun” atau obat yang semestinya dibutuhkan.

b. Terjadinya rudapaksa dan / atau sebab fisik lain

Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiper radiasi, alat kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan berupa retardasi mental.

Pada waktu proses kelahiran (perinatal) kepala bayi dapat mengalami tekanan sehingga timbul pendarahan di dalam otak. Mungkin juga karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak mengakibatkan retardasi mental.

c. Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi

Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolism karbohidrat dan protein), gangguan pertumbuhan, dan gizi buruk termasuk dalam kelompok ini. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum anak berusia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan seperti itu dapat diperbaiki dengan memberikan gizi yang mencukupi sebelum anak berusia 6 tahun, sesudah itu biarpun anak tersebut dibanjiri dengan makanan yang bergizi, inteligensi yang rendah tersebut sangat sukar untuk ditingkatkan.

d. Penyakit otak yang nyata

Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, radang, dst. Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat menyebabkan penderita mengalamai keterbelakangan mental.

e. Penyakit atau pengaruh prenatal

Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomaly cranial primer dan defek congenital yang tak diketahui sebabnya.

f. Kelainan kromosom

Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun bentuknya. Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindroma down yang dulu sering disebut mongoloid. .

g. Prematuritas

Retardasi mental yang termasuk ini termasuk retrdasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu.

h. Akibat gangguan jiwa yang berat

Retardasi mental juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang berat pada masa kanak-kanak.

i. Deprivasi psikososial

Devripasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya retardasi mental pada anak.

C. Tingkatan Retardasi Mental



Untuk menentukan berat-ringannya retardasi mental, kriteria yang dipakai adalah: 
  1. Intelligence Quotient (IQ), 
  2. Kemampuan anak untuk dididik dan dilatih, dan 
  3. Kemampuan sosial dan bekerja (vokasional). 
Berdasarkan kriteria tersebut kemudian dapat diklasifikasikan berat-ringannya retardasi mental yang menurut GPPDGJ – 1 (W.F. Maramis, 2005: 390-392) adalah : 
  1. Retardasi Mental Taraf Perbatasan (IQ = 68 – 85), 
  2. Retardasi Mental Ringan (IQ = 52 – 67), 
  3. Retardasi Mental Sedang (IQ = 36 – 51), 
  4. Retardasi Mental Berat (IQ = 20 – 35), dan 
  5. Retardasi Mental Sangat Berat (IQ = kurang dari 20).
Ada juga yang mengklasifikasi berat ringanya retardasi mental sebagai berikut :

D. Pencegahan Retardasi Mental

Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.

a. Pencegahan Primer

Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan: 
1) pendidikan kesehatan pada masyarakat, 
2) perbaikan keadaan sosial-ekonomi, 
3) konseling genetik, 
4) Tindakan kedokteran, antara lain: 
  • perawatan prenatal dengan baik, 
  • pertolongan persalinan yang baik, dan 
  • pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.

E. Penanganan Retardasi Mental


Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.

Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.

a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental

1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.

2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.

3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.

Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.

b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental

Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu: 

1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian sendiri, dst., 

2) Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social, 

3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan 

4) Latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik dan buruk secara moral.


Referensi :
Maramis, W.F. (2005) Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Wikipedia, the Free Encyclopedia. (2010) “Mental Retardation.” Terdapat pada: http://en.wikipedia.org/wiki/Mental_retardation.
http://ebekunt.wordpress.com/2010/03/30/retardasi-mental/

jurnal fisioterapi : http://jurnal-fisioterapi.blogspot.com/2012/07/anak-kebutuhan-khusus-retardasi-mental.html

Anak Kebutuhan Khusus (Dispraksia)



Orang sering kali salah mempersepsikan dan mengartikan ketika menemui anak-anak yang sukar berbicara atau mengeja umumnya dianggap sebagai disleksia padahal mungkin dapat saja yang terjadi adalah sebenarnya anak tersebut mengidap dispraksia. Dispraksia pada umumnya masih terasa asing di telinga orang Indonesia, namun bukan tidak mungkin kasus dispraksia juga terjadi pada anak-anak di Indonesia.

Sekitar 10 % anak-anak di Inggris mengalami dispraksia dan 2 % diantaranya mengalami dispraksia yang parah. Menurut penelitian ada satu diantara 30 anak dalam 1 kelas yang mengalami dispraksia. Dispraksia sering kali dikelirukan sebagai disleksia yaitu : kesukaran untuk membaca, menulis atau mengeja dan sering kali diikuti dengan masalah lain seperti ketrampilan pengorganisasian yang buruk. Dispraksia mungkin juga dianggap dengan ADD (Attention Deficit Disorder), ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau Discalculia (kesukaran untuk menangkap konsep-konsep dalam matematika). Padahal sebenarnya, dispraksia mencakup masalah yang lebih luas dan bervariasi.

A. Pengertian Dispraksia

Dispraksia berasal dari kata “Dys” yang artinya tidak mudah atau sulit dan “praxis” yang artinya bertindak, melakukan. Nama lain Dispraksia adalah Development Co-ordination Disorder (DCD), Perceptuo-Motor Dysfunction, dan Motor Learning Disability. Pada jaman dulu lebih dikenal dengan nama Clumsy Child Syndrome. Menurut penelitian, gangguan ini kadang diturunkan dalam keluarga dan gejalanya tumpang tindih dengan gangguan lain yang mirip misalnya disleksia.

Menurut penelitian secara medis, dispraksia adalah gangguan atau ketidakmatangan anak dalam mengorganisir gerakan akibat kurang mampunya otak memproses informasi sehingga pesan-pesan tidak secara penuh atau benar ditransmisikan. Dispraksia mempengaruhi perencanaan apa-apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Hal ini menyebabkan timbulnya kesulitan dalam berpikir, merencanakan dan melakukan tugas-tugas motorik atau sensori.

Menurut Belinda Hill, speech pathologist di Australian Dyspraxia Support Group and Resource Centre Inc. di New South Wales, dispraksia bukanlah gangguan yang terjadi pada otot dan gangguan kecerdasan walaupun akibatnya mempengaruhi kemampuan berbahasa dan pengucapan. Masalah dispraksia terjadi ketika otak mencoba memerintahkan untuk melaksanakan apa yang mesti dilakukan, namun kemudian sinyal perintah otak itu diacak sehingga otot tidak dapat membaca sinyal tersebut. Keluarga yang hidup dengan anak dispraksia sering kali biasanya tidak menyadari kondisi anak dengan segera. Hal ini menyebabkan anak dispraksia mempunyai kepercayaan diri yang rendah akibat gangguan yang dideritanya dan kekurangtahuan keluarga. Anak dispraksia juga rawan terhadap gangguan depresi serta mempunyai kesulitan dalam emosi dan perilaku.

Gejala-gejala Dispraksia
  • Pada bayi
Dispraksia sering ditandai dengan sedikit atau tidak adanya ocehan. Ketika mulai belajar bicara, huruf konsonan yang diucapkannya sangat sedikit.
  • Pada anak usia 3 – 5 tahun (usia pra sekolah)
- Aktivitas motorik yang sangat tinggi termasuk mengayun-ayunkan kaki dan menghentak-hentakan kaki ketika duduk, bertepuk tangan atau menari.
- Tangan mengembang ketika berlari.
- Kesukaran mengayuh pedal sepeda roda tiga atau mainan serupa.
- Ketrampilan motorik halus yang jelek, misal sukar memegang pensil atau menggunakan gunting.
- Kurang melakukan permainan yang imajinatif.
- Mengalami kesulitan berbahasa yang terus menerus.
- Respon terbatas pada instruksi lisan apa saja.
- Terlambat berguling, merangkak, berjalan.
- Sukar menyesuaikan diri saat beralih ke makanan padat.
- Sukar melangkah, memanjat, menyusun puzzle, mempelajari ketrampilan baru secara insting dan lambat mengembangkan kata-kata.
- Sulit berbicara dengan jelas dan kesulitan menggerakkan mata sehingga lebih suka menggerakkan kepalanya daripada menggerakkan matanya.
  • Pada anak yang lebih besar (usia sekolah)
- Kesulitan dalam berkata-kata maupun mengekspresikan diri.
- Sebagian anak dispraksia terlalu sensitif terhadap sentuhan.
- Sukar mengingat instruksi dan menyalin tulisan dari papan tulis.
- Tidak dapat menangkap konsep seperti : “di bawah”, “di atas”, “di dalam” atau “di luar”.
- Mengalami kesukaran dalam memakai baju, menalikan sepatu dan menggunakan garpu atau pisau.
- Keseimbangan badan yang buruk, sulit belajar naik sepeda.
- Kemampuan membaca yang rendah dan buruk dalam menulis.
- Sebagian anak dispraksia mengalami articulatory dyspraxiayang menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam berbicara dan mengeja.

Menurut Dr Narulita Dewi SpKFR, Physical Medicine & Rehabilitation dan  Dr Widodo Judarwanto SpA, Pediatrician. Children Grow Up Clinic Jakarta Indonesia, mebagi tanda dan gejala berdasarkan tingkatan usia sebagai berikut :

Usia 2 – 7 Tahun
  • Gangguan keseimbangan. Kesulitan dalam berlari, melompat atau naik sepeda
  • Tangan cenderung mengepakkan tentang saat menjalankan
  • Tidak mudah bila berdiri untuk waktu yang lama
  • Jari atau sendi lain Sangat fleksibel
  • Gangguan koordinasi mata tangan. Kesulitan dengan menangkap dan melempar
  • Kecenderungan untuk jatuh dan lebih mudah terjadi benjol di kepala saat jatuh
  • Gangguan di dua tugas tangan seperti menggunting dengan gunting atau menggunakan pisau dan garpu
  • Kesulitan saat ganti baju, terutama dengan kancing dan tali
  • Cenderung menggunakan kedua tangan untuk beberapa keterampilan.
  • Lebih mudah mengulang hal didengar daripada membentuk kalimat sendiri.
  • Sangat sensitif terhadap cahaya, terutama cahaya terang
  • Sangat sensitif terhadap suara keras
  • Sangat sensitif terhadap duduk di permukaan keras atau memakai kain kasar
  • Atas atau di bawah sensitif terhadap sentuhan dan nyeri
  • Atas atau di bawah sensitif terhadap bau atau rasa
  • Sangat miskin rasa waktu
  • Kesulitan dalam mengatur dunia sendiri
  • Gangguan memori untuk yang didengar dan kesulitan dalam menerima petunjuk
  • mudah terganggu
  • Cenderung berantakan dan sering kehilangan barang
  • Lambat untuk menyelesaikan tugas
  • Kesulitan untuk bergabung dengan kegiatan anak-anak lain
  • Merasa sulit untuk membuat atau menjaga teman
  • Sangat frustrasi dan emosi ketika tidak mendapatkan apa yang dinginkan
  • Membenci perubahan dalam rutinitas dan akan sangat stres ketika hal ini terjadi
  • Menolak untuk melakukan tugas-tugas yang dia / dia menemukan keras
  • Apakah masalah tidur, terutama di ruangan gelap
  • Sering hampir tak kenal takut saat memanjat atau melompat
  • Cenderung untuk menggambar dengan menarik sekitar tepi luar dan kemudian mengisinya dengan warna, pola atau detail
  • Menghindari bermain dengan jigsaw seperti mainan
  • Menemukan kesulitan untuk menulis huruf atau angka
  • Marah dan tantrum saat stres
  • Takut saat memanjat atau melompat
  • Sangat aktif dan tidak suka duduk diam
Usia 8 – 13 Tahun
  • Gangguan keseimbangan. Kesulitan dalam berlari, melompat atau naik sepeda
  • Tangan cenderung mengepakkan tentang saat menjalankan
  • Tidak mudah bila berdiri untuk waktu yang lama
  • Jari atau sendi lain Sangat fleksibel
  • Gangguan koordinasi mata dan tangan. Kesulitan dengan kegiatan olahraga
  • Kecenderungan untuk jatuh dan lebih mudah terjadi benjol di kepala saat jatuh
  • Gangguan pada pekerjaan kedua tangan seperti menggunakan pisau dan garpu, bermain alat musik atau kerajinan
  • Memiliki kesulitan dalam urutan cerita atau pengalaman
  • Kesulitan dalam beradaptasi dengan rutinitas sekolah
  • Sangat sensitif terhadap cahaya, terutama cahaya terang
  • Lebih sensitif terhadap suara keras
  • Lebih sensitif terhadap duduk atau berbaring di permukaan keras atau memakai kain kasar
  • Mengepakkan tangan atau bertepuk tangan saat bersemangat
  • Sangat sensitif terhadap bau atau rasa
  • Gangguan mengelola waktu
  • Kesulitan dalam mengatur dunia sendiri
  • Miskin memori untuk apa yang didengar dan kesulitan dalam menerima petunjuk
  • mudah terganggu
  • Cenderung berantakan dan sering kehilangan barang-barang
  • Lambat untuk menyelesaikan tugas
  • Kesulitan untuk bergabung dengan kegiatan anak-anak lain
  • Merasa sulit untuk membuat atau menjaga teman
  • Hampir tak terbaca tulisan tangan
  • Sangat kecewa dan marah ketika tidak mendapatkan apa yang dia / dia ingin langsung
  • Membenci perubahan dalam rutinitas dan akan sangat stres atau bahkan marah ketika hal ini terjadi
  • Menolak untuk melakukan tugas-tugas yang dianggap keras dan sulit
  • Memiliki masalah tidur, dan masih dapat e takut gelap
  • Takut memanjat atau melompat
  • Cenderung untuk menggambar dengan menarik sekitar tepi luar dan kemudian mengisinya dengan warna, pola atau detail
  • Kesulitan untuk menulis pada garis dan cenderung untuk tidak menulis ke tepi halaman
  • Mudah marah atau tantrum saat stres
  • Memiliki ide yang baik dan ekspresi verbal jika bermasalah saat pidato
  • Memiliki masalah yang signifikan dengan sebagian besar pelajaran matematika dan penjumlahan
  • Cenderung untuk kehilangan kata-kata ketika membaca atau membaca kata dalam urutan yang salah
  • Memiliki masalah belajar membaca tetapi menjadi baik sekali dalam memahami dasar phonem
  • Cenderung sangat peduli dan pertemanan
Usia 14 Tahun hingga dewasa
  • Gangguan keseimbangan. Terlihat canggung ketika berjalan dan merasa sulit untuk berdiri pada satu kaki untuk waktu yang lama
  • Jari atau sendi lain sangat fleksibel
  • Sangat sensitif terhadap cahaya, terutama cahaya terang
  • Lebih sensitif terhadap suara keras
  • Lebih sensitif terhadap duduk atau berbaring di permukaan keras atau memakai kain kasar
  • Mengepakkan tangan atau bertepuk tangan saat bersemangat
  • Sangat sensitif terhadap bau atau rasa
  • Gangguan mengelola waktu
  • Kesulitan dalam mengatur dunia sendiri
  • Gangguan dalam mengingat memori untuk apa yang didengar dan kesulitan dalam petunjuk menerima mudah terganggu
  • Cenderung berantakan dan sering kehilangan barang-barang
  • Lambat untuk menyelesaikan tugas
  • Kesulitan untuk bergabung dengan kegiatan anak-anak lain
  • Merasa sulit untuk membuat atau menjaga teman
  • Hampir tak terbaca tulisan tangan
  • Sangat kecewa dan marah ketika tidak mendapatkan apa yang dia / dia ingin langsung
  • Membenci perubahan dalam rutinitas dan akan sangat stres atau bahkan marah ketika hal ini terjadi
  • Memiliki masalah tidur, dan masih dapat takut gelap
  • Mudah marah atau tantrum saat stres
  • Memiliki masalah yang signifikan dengan sebagian besar pelajaran matematika dan penjumlahan
  • Cenderung untuk kehilangan kata-kata ketika membaca atau membaca kata dalam urutan yang salah
  • Cenderung sangat peduli dan pertemanam
  • Gangguan rasa mengikuti irama saat bertepuk tangan atau menari
  • Sangat sulit untuk membalikkan atau melakukan manuver mobil
  • Gangguan dalam menentukan arah dan posisi saat di perjalanan dan kecenderungan untuk mudah tersesat
  • Kesulitan dalam menyalin suara, menulis gerakan
  • Sangat sensitif terhadap sentuhan dan nyeri
  • Sangat sensitif terhadap kain kasar atau kulit label bila tersentuh
  • Lebih peka terhadap suasana hati dan menjadi kesal dengan mudah ketika orang-orang sekitar tidak puas
  • Gangguan irama ketika menari
  • Ganggguan mengelola waktu. Cenderung terlambat untuk janji dan tidak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi
  • Kesulitan dalam mengatur dunia sendiri. Memiliki untuk memaksakan aturan yang sangat tepat atau terus kehilangan dan melupakan
  • Kesulitan dalam bergabung dalam kegiatan kelompok
  • Sensitif perasaan rendah diri, harga diri, fobia, obsesi dan perilaku adiktif
  • Membenci perubahan dalam rutinitas dan akan sangat stres atau bahkan marah ketika hal ini terjadi
  • Sangat stress bila mendengar suara keras tak terduga atau aktivitas di malam hari
  • Terlalu takut memanjat tangga atau berdiri pada objek tinggi
  • Gangguan dalam perencanaan atau mengikuti peta
  • Gangguan dalam menentukan arah dan mencari barang yang hilang dengan mudah
  • Gangguan keterampilan mendengar terutama bila ada kebisingan latar belakang
  • Menemukan gambar dalam perspektif tertentu sangat sulit
  • Selama bersedia membantu setiap kali dia mampu
B. Pengertian Developmental Verbal Dyspraxia (DVD)

Developmental Verbal Dyspraxia (DVD) adalah suatu kondisi bicara yang dihasilkan dari ketidakmatangan pada bagian otak yang mngurusi tentang bicara. Anak mengalami kesulitan dalam membuat bunyi suara yang konsisten karena daerah bicaranya tidak dapat mengirim pesan-pesan yang konsisten pada perangkat bicara. Dalam hal ini adalah lidah, bibir, laring, dan sebagainya.

Developmental Verbal Dyspraxia (DVD) juga dikenal sebagai :Apraxia of Speech, Developmental Apraxia of Speech, Apraxia, Dyspraxia, dan Developmental Articulatory Dyspraxia. Label-label yang berbeda ini dapat menimbulkan kebingungan tetapi memiliki arti kondisi bicara yang sama.
Gejala-gejala DVD

- Ketrampilan menerima bahasa yang normal atau di bawah rata-rata tapi terjadi penundaan ketrampilan mengekspresikan bahasa.

Contoh : Anak-anak mengerti atau memahami lebih baik daripada saat dia berbicara.

- Pada beberapa tahun pertama terjadi perkembangan bicara yang sangat lambat.

- Adanya regresi dalam berbicara, seperti contoh : kata-kata yang sudah dipelajari menjadi hilang.

- Terjadinya kemajuan dalam berbicara pada saat dia mendapatkan usia yang lebih tua.

- Secara keseluruhan terjadi ketidakkonsistenan bunyi-bunyi bicara pada permulaan tahun-tahun pertama, seperti 

Contoh : setiap kali anak diminta untuk berbicara suatu kata, dia melakukannya dengan cara yang berbeda (adanya penekanan pada kata ataupronounced yang berbeda).

- Bunyi atau suara tercetak dalam polanya sendiri dan tidak berhubungan sama sekali dengan perkembangan bicara yang “normal” dimana anak-anak yang lain mengalaminya.

- Kekonsistenan bunyi bicara terjadi secara bertahap.

C. Global Dyspraxia

Ada pula anak-anak yang menderita global dyspraxia dimana gejala-gejalanya adalah :

- Pada saat bayi mengalami hipotonia yaitu dimana perkembangan sel-sel yang terlambat.

- Mempunyai kontrol yang sangat lambat.

- Mempunyai refleks menghisap yang sangat lemah seperti pada saat baru lahir, hal ini mungkin mengindikasikan kesulitan pada saat menyusui.

- Kemampuan untuk duduk yang sangat lambat.

- Kemampuan berjalan yang sangat lambat.

- General Clumsiness pada gross motor skills.

D. Terapi untuk Anak Dispraksia

Sebagai suatu sistem pendidikan untuk anak-anak dengan gangguan motorik, Conductive Education mengajarkan bagaimana untuk “break down” kemampuan dan ketrampilan yang mereka coba untuk ditampilkan. Dengan keberhasilan, keyakinan, dan kepercayaan diri yang meningkat, mereka dapat melatihnya dalam kehidupan sehari-hari.

Anak dispraksia kurang efektif jika dimasukkan dalam kelas khusus untuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Yang dibutuhkan oleh anak-anak dispraksia adalah terapi satu lawan satu yaitu suatu terapi dimana satu orang anak dispraksia ditangani oleh satu orang fisioterapis atau speech pathologist. Mereka butuh penanganan dan dukungan profesional secara teratur termasuk juga dukungan dari pendidikan yang dijalani.

Anak dispraksia biasanya dapat disembuhkan tergantung dari tingkat keparahannya. Ada kemungkinan kambuh beberapa kali tapi tingkat kesukaran dalam koordinasi gerakan akan semakin menurun. Anak juga bisa sembuh sendiri namun lebih lambat dan tidak seefisien jika ditangani oleh terapis.

Refrensi :
http://mysweetaudrina.blogspot.com/2008/06/orang-sering-kali-salah-mempersepsikan.html
http://childrengrowup.wordpress.com/2012/05/19/kenali-tanda-dan-gejala-dispraksia-usia-14-tahun-hingga-dewasa/

jurnal fisioterapi : http://jurnal-fisioterapi.blogspot.com/2012/07/anak-kebutuhan-khusus-dispraksia.html